MEMORIA

Ada yang selalu kembali di penghujung tahun: angin yang membawa sisa aroma hujan, daun-daun yang gugur seperti potongan kenangan.

 

MEMORIA

Karya: Firman Fadilah

Ada yang selalu kembali di penghujung tahun: angin yang membawa sisa aroma hujan, daun-daun yang gugur seperti potongan kenangan. Aku berjalan di antara lorong waktu, menyusuri jejak-jejak yang tak sepenuhnya pudar. Di sini, aku masih tersenyum, seperti musim semi yang tak pernah benar-benar berlalu, meski musim dingin telah lama mengetuk jendela hatiku.

Di langit yang senyap, ada percakapan yang hanya bisa kudengar dalam diam. Malam merangkai bintang seperti nama-nama yang pernah kukenal yang kini hanya tersisa sebagai bisik di antara desau angin. Aku ingin bertanya kepada waktu: mengapa kenangan tak pernah usang, meski waktu terus berputar?

Tiap detik yang terlewat membawa kembali gambaran wajah-wajah yang pernah akrab. Ada tawa yang dulu memenuhi udara, kini berubah menjadi gema yang samar. Kita adalah musim yang saling melintasi, tetapi tak pernah benar-benar berhenti untuk saling memahami.

Hujan turun pelan, seperti sengaja membasahi halaman-halaman yang hampir kututup. Di tiap tetesnya, ada kata-kata yang belum sempat diucapkan, cerita-cerita yang sengaja kita titipkan pada udara. Ah, musim kenangan ini memang penuh ironi. Ia menitipkan manis dan pahit dalam tarikan napas yang sama.

Di balik tirai malam, aku menuliskan doa pada secarik kertas, berharap ia sampai pada mereka yang tak lagi di sini. Mungkin aku juga tidak ada di sini. Diriku masih ada pada orang-orang yang pernah aku cintai. Aku bukan milikku. Kenangan menyanderaku. Entah bagaimana, aku percaya kenangan adalah jembatan: ia menghubungkan yang ada dan yang telah tiada, yang nyata dan yang hanya tinggal bayang.

Di sini tentu masih ada perca kenangan tanpa pernah sedikitpun berniat untuk menghapusnya. Malah, dadaku terasa bagai kolase dinding yang membingkai apa saja, tak peduli itu adalah memori menyakitkan karena dengannya akulah manusia yang terbentuk dalam alur waktu.

Dan tahun pun berakhir, tetapi musim kenangan tetap tinggal. Ia menunggu di sudut-sudut tak terduga: di meja kopi, di buku-buku yang lupa kuselipkan pembatas, di jalan setapak yang pernah kita lewati bersama. Musim ini tak pernah pergi, hanya berubah rupa menjadi puisi, menjadi aku, menjadi kita yang abadi dalam ingatan.

Lampung, 04 Desember 2024

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *